Arsitektur
Islam dapat dikatakan identik dengan arsitektur masjid. Sebab, ciri-ciri
arsitektur Islam dapat terlihat jelas dalam perkembangan arsitektur masjid. Islam pernah mengalami kejayaan di Eropa yang dimulai
dari Andalusia, Spanyol bagian selatan, pada masa pemerintahan bani Umayah
yaitu tahun 711 masehi atau 97 hijriah,bahasan lengkapnya ada di sini. Salah satu bangunan terkenal yang menjadi saksi kejayaan itu adalah
Alhambra yang terletak di kota Granada dan Masjid Cordoba yang terletak di
Cordoba. Kedua kota tersebut berada di Andalucia, Spanyol. Pembangunan kedua bangunan tersebut didesain tidak
lepas dari seni islam yang berkembang pada saat itu.Kesenian islam yang
dimaksud terbagi dalam 3 bagian, yaitu bunga, geometri, dan kaligrafi. Ketiga
seni islam tersebut yang menghiasi ruang dalam dan fasade bangunan. Pada bangunan-bangunan Islam di Andalucia,
implementasi seni geometri lebih dominan dibandingkan dengan kedua kesenian
yang lain. Begitu juga pada teknik pembuatan denah, fasade, dan ornamen-ornamen
yang menghiasi ruang dalam bangunan, teknik geometri sangat ditekankkan
sehingga kesan simetris sangat terlihat.
1.Istana Al-Hambra
''istana alhambra''
Istana
Al-Hambra yang didirikan di Granada menjadi pusat dinasti Islam terakhir
(Usmani) di Spanyol. Bangunan Al-Hambra yang dalam bahasa Arab berarti ‘merah’
ini memang didominasi oleh warna merah. AlHambra menjadi monumen Islam terbesar
di Spanyol, selain Masjid Agung Cordoba.Sejak dibangun pertama kali pada abad
ke-13 oleh Sultan Muhammad bin al-Ahmar (1257-1323), istana ini beberapa kali
dipugar. Bangunan yang mengelilingi istana, seperti benteng dan rumah pegawai
istana, paling sering mengalami perubahan. Al-Hambra dalam bentuknya yang
sekarang dibangun oleh Sultan Muhammad V (1909-1918).Penampilan istana ini
dimulai dengan pintu gerbang yang megah, disusul pelataran yang dilengkapi
dengan berbagai elemen, seperti kolam persegi panjang dengan taman dan air
mancur yang dikelilingi oleh patung-patung singa yang keseluruhannya berjumlah
dua belas patung. Pelataran tersebut terkenal dengan sebutan Serambi Singa
(Court of The Lions).
''pintu gerbang istana'' ''interior plataran istana dengan 12 patung singanya''
Dua
belas patung singa dari marmer ini mendukung air mancur tadi yang mencangkung
berkeliling dan mengeluarkan air dari mulutnya. Air mancur dengan 12 singa
tersebut merupakan pelataran sebagai titik orientasi terhadap ruang-ruang
fasilitas lain, seperti ruang harem yang dilengkapi dengan kamar-kamar pribadi.
Sementara itu, tembok serta pilar yang mengeilingi bangunan ini bergaya gotik
(arsitektur abed ke12 hingga ke-16 yang berkembang luas di kawasan Eropa)
dengan sentuhan Arab-Islam yang kental.
2.Masjid Cordoba
Lokasi:Cordoba,Spanyol
''Gerbang Masuk Mesjid Cordoba'' ''Tampak Depan Mesjid Cordoba''
Selama 33 tahun pemerintahannya, Abdul Rahman menjadikan Cordoba
sebagai pusat pemerintahan. Pada tahun 785, Abdul Rahman merancang sebuah
rancangan masjid besar yang akan menjadi salah satu masterpiece arsitektur
klasik Islam terbesar di daratan Eropa. Masjid itu terkenal dengan sebutan
Masjid Cordoba. Pada awalnya Abdul Rahman hanya membangun masjid seluas 70
meter firkan (m²) bangunan di atas tanah seluas 5.000 meter yang berbentuk
pelataran (mengikuti tradisi bangunan Islam lainnya). Hall hypostyle ini
memiliki sebelas ruangan besar yang tegak lurus terhadap arah
kiblat. Tiap-tiap ruangan itu dipisahkan atau dibatasi oleh 11 deretan
arcade yang atapnya mempunyai lengkungan-lengkungan. Setiap deretan mempunyai
11 tiang kolom sehingga masing-masing ruangan seolah-olah memiliki 20 tiang
kolom. Jumlah tiang-tiang kolom itu seluruhnya 110 tiang kolom. Tiang-tiang
kolom tersebut merupakan tiang-tiang antik zaman Romawi, yang disimpan Kerajaan
Visighot semasa kerajaan itu menjadi sekutu Romawi (saat berkuasa).
''Ruang interior mesjid cordoba''
Hal
ini mirip dengan apa yang dilakukan Khalifah al-Walid, leluhur Abdul Rahman.
Tatkala membangun Masjid Damaskus, Abdul Rahman mendatangkan batu-batu pualam
dari Narbonne, Seville dan Konstantinopel (sekarang Istambul). Kini, panjang
Masjid Cordoba dari utara ke selatan 175 meter dan lebarnya dari timur ke Barat
134 meter. Sedangkan tingginya mencapai 20 meter. Tidak semua bangunan
diberi atap. Ada bagian-bagian tertentu yang sengaja dibuat terbuka agar cahaya
dan udara segar bisa masuk ke dalam masjid. Bahkan, cahaya yang masuk dibuat
sedemikian sehingga langsung masuk ke ruang shalat pratama (utama), yang
atapnya dibuat dari kayu-kayu pilihan. Pada masa pemerintahan Hisyam I
(788-796) dan juga al-Hakam I (796-822), Masjid Cordoba sama sekali tidak
mengalami modifikasi. Barulah ketika masa Abdul Rahman II (822-852), dilakukan
perluasan yang pertama: menambah jumlah tiang kolom di ruangan berbentuk gaya
hypostyle tersebut menjadi 200 tiang kolom. Pada saat pelaksanaan konstruksi,
antara tahun 832 hingga 848 masehi diagendakan kegiatan konstruksi untuk
menggeser penunjuk arah kiblat sedikit ke arah tenggara sehingga bangunan
menjadi menghadap ke Ka’bah. Namun, jumlah ruangan besar, yang ada sebelas
itu, tidak dirubah meski agak mengalami perluasan. Delapan tahun kemudian,
Khalifah Abdul Rahman III (912-961), yang memproklamasikan dirinya sebagai Khalifah
pada tahun 929, melakukan perluasan babak kedua. Khalifah memperluas aula pada
sektor barat daya dan membangun sebuah menara segi empat setinggi 34 meter pada
tepi halaman pelataran. Beberapa tahun kemudian, al-Hakam II (961-976)
melanjutkan modifikasi atas masjid dengan memberikan sentuhan monumental:
mengubah bentuk ruang shalat di depan mihrab dari ruang terbuka biasa menjadi
satu lajur yang membujur. Lebarnya masih 70 meter, namun panjangnya menjadi 115
meter dengan 320 tiang kolom.Abdul Rahman III juga merobohkan menara yang
dibangun oleh Khalifah Hasyim I dan menggantinya dengan menara baru yang lebih
tinggi dan lebih mewah. Pembangunannya menggunakan tenaga al-Muntasir, seorang
ahli mosaik dari Konstantinopel. Dengan demikian, maka saat itu terdapat 32
lorong dan sebuah mihrab di bawah atap kupola (atap kubah) berbentuk segi
delapan yang lebih tinggi dari tiga kupola lain yang letaknya berhadap-hadapan
satu sama lain. Karakter inilah yang menjadi kekhasan karakter asli Masjid
Cordoba. Di muka mihrab terdapat empat tiang yang berseberangan: dua di
antaranya terbuat dari batu pualam berwarna hijau dan yang dua lagi berwarna
biru langit.Dalam ruang mihrab ini dibuat tujuah buah arcade (semacam lorong
beratap) yang ditopang oleh tiang-tiang yang mempunyai kapitel berhiaskan
ornamen timbul yang sangat halus buatannya.Di sebelah kiri mihrab terdapat
khazanah: ruangan tempat menyimpan harta kekayaan masjid. Mimbar masjid, pada
mihrab, terbuat dari bahan-bahan yang mahal harganya. Bahkan, pembuatannya saja
memakan waktu tujuh tahun. Di bagian utara ruangan Mihrab, terdapat
saumaah: tempat i’tikaf dan zikir, yang di antaranya terdapat ruangan dengan
empat buah pintu sebagai tempat muazin (yang sempat berjumlah 16
orang). Ruangan yang berada di arah kiblat ini memiliki lebar 7 meter dan
tinggi 16 meter dengan mihrab di tengah-tengahnya. Masjid Cordoba memiliki
20 buah gapura berlapis tembaga yang berukiran hiasan tulisan Arab. Salah satu
gapura dinamai Bab al-Manarah. Gapura yang memiliki tinggi 10 meter dan lebar 8
meter ini merupakan salah satu gapura masjid terindah di dunia.
A.Elemen Masjid Gaya Spanyol
Kini, kita kembali kepada
elemen-elemen khas bergaya Umayyah di Spanyol.
Pada tahun 987, bangunan telah mengalami pembangunan dengan melanjutkan pemindahan kiblat kembali ke bagian tenggara bangunan dengan tujuan untuk tetap menjaga bentuk simetris bangunan. Pada saat itu, bagaimanapun juga, delapan ruangan besar telah ditambah memanjang ke arah ruang shalat di sisi sebelah kiri (arah barat laut), sehingga memerlukan 244 tiang kolom tambahan. Sejak itu, Masjid Cordoba memiliki 544 tiang kolom dan 44 pilar interior. Masjid juga ditunjang oleh 606 tiang-tiang pilar penunjang. Ruang bagian dalam ini, setelah perluasan menjadi berukuran 130 kali 115 meter firkan, kemudian tampak seperti ruang besar seperti gaya tradisi bangun ruang Islam lainnya. Ruangan interior yang besar, dengan bentuk seperti di Masjidil Haram, memerlukan bobot yang seimbang. Ternyata kolom-kolom Visighot dan peninggalan kuno lainnya yang dikumpulkan oleh para arsitek muslim dari seantero Spanyol tidak setinggi kolom-kolom yang digunakan pada Masjid Agung Damaskus.Maka untuk mengatasi kekurangan ini para arsitek tersebut mencoba untuk kembali kepada formula awal: bahwa inovasi terbesar dari masjid ini adalah bentuk hypostyle-nya yang menggunakan sistem dua arcade yang ditata membentuk lorong-lorong.
Pada tahun 987, bangunan telah mengalami pembangunan dengan melanjutkan pemindahan kiblat kembali ke bagian tenggara bangunan dengan tujuan untuk tetap menjaga bentuk simetris bangunan. Pada saat itu, bagaimanapun juga, delapan ruangan besar telah ditambah memanjang ke arah ruang shalat di sisi sebelah kiri (arah barat laut), sehingga memerlukan 244 tiang kolom tambahan. Sejak itu, Masjid Cordoba memiliki 544 tiang kolom dan 44 pilar interior. Masjid juga ditunjang oleh 606 tiang-tiang pilar penunjang. Ruang bagian dalam ini, setelah perluasan menjadi berukuran 130 kali 115 meter firkan, kemudian tampak seperti ruang besar seperti gaya tradisi bangun ruang Islam lainnya. Ruangan interior yang besar, dengan bentuk seperti di Masjidil Haram, memerlukan bobot yang seimbang. Ternyata kolom-kolom Visighot dan peninggalan kuno lainnya yang dikumpulkan oleh para arsitek muslim dari seantero Spanyol tidak setinggi kolom-kolom yang digunakan pada Masjid Agung Damaskus.Maka untuk mengatasi kekurangan ini para arsitek tersebut mencoba untuk kembali kepada formula awal: bahwa inovasi terbesar dari masjid ini adalah bentuk hypostyle-nya yang menggunakan sistem dua arcade yang ditata membentuk lorong-lorong.
Kemudian, ditunjang dengan atap datar yang strukturnya berseri
secara longitudinal. Siapa pun yang memasuki ’hutan tiang kolom’ pada lorong-lorong
itu akan terpesona dengan berlimpahnya kolom-kolom dan lengkungan-lengkungan:
yang pada setiap arah tampak seperti pemandangan barisan pepohonan, yang
semakin ke belakang semakin tak terlihat dengan intensitas cahaya yang semakin
berkurang. Barisan tiang-tiang kolom itu sepertinya membentuk dan mengendalikan
atmosfer suasana yang tak pernah habis. Kolom-kolom itu seakan-akan bergetar
jika terkena sorotan cahaya. Karakter ini sebagian besar masih bertahan hingga
saat ini.
Sebelum itu, belum pernah ada pemikiran untuk membuat gaya dan karakter hypostyle seperti di Masjid Cordoba yang begitu transparan, walaupun penuh dengan tiang-tiang kolom. Biasanya, bangunan-bangunan besar kebanyakan menggunakan metode yang sangat simpel (sederhana) dalam membuat dimensi penyusunan arcade (lori-lori beratap). Tidak saja dalam bangunan-bangunan Islam tetapi juga bangunan-bangunan hypostyle pada kuil-kuil Mesir di Karnak, Luksor, Edfu dan tidak juga basilika-basilika Romawi (seperti basilika Ulpia), juga tidak di Gereja Konstantinopel yang sebetulnya bisa dijadikan sebagai pembanding terdekat.
Bentuk hypostyle ini akhirnya diterapkan selama beberapa waktu di Maghribi, yang berada di bawah kekuasaan Islam di Spanyol. Namun, keberadaan Masjid Cordoba memang sangat dipengaruhi oleh kulminasi sistem bangunan masjid yang telah diilustrasikan sebelumnya pada Masjid Amr di Fustat (sekarang Kairo) atau Masjid Agung Aghlabids di Qairawan yang di tengah-tengah masjidnya berdiri tiang utama yang mendukung 1.000 lentera. Ya, Masjid Cordoba juga mempunyai 1.000 lampu (pada tiang utama) yang tergantung pada 113 buah kandil besar.
Sebelum itu, belum pernah ada pemikiran untuk membuat gaya dan karakter hypostyle seperti di Masjid Cordoba yang begitu transparan, walaupun penuh dengan tiang-tiang kolom. Biasanya, bangunan-bangunan besar kebanyakan menggunakan metode yang sangat simpel (sederhana) dalam membuat dimensi penyusunan arcade (lori-lori beratap). Tidak saja dalam bangunan-bangunan Islam tetapi juga bangunan-bangunan hypostyle pada kuil-kuil Mesir di Karnak, Luksor, Edfu dan tidak juga basilika-basilika Romawi (seperti basilika Ulpia), juga tidak di Gereja Konstantinopel yang sebetulnya bisa dijadikan sebagai pembanding terdekat.
Bentuk hypostyle ini akhirnya diterapkan selama beberapa waktu di Maghribi, yang berada di bawah kekuasaan Islam di Spanyol. Namun, keberadaan Masjid Cordoba memang sangat dipengaruhi oleh kulminasi sistem bangunan masjid yang telah diilustrasikan sebelumnya pada Masjid Amr di Fustat (sekarang Kairo) atau Masjid Agung Aghlabids di Qairawan yang di tengah-tengah masjidnya berdiri tiang utama yang mendukung 1.000 lentera. Ya, Masjid Cordoba juga mempunyai 1.000 lampu (pada tiang utama) yang tergantung pada 113 buah kandil besar.
B.Hiasan Dekoratif Masjid
Dekorasi Masjid Cordoba dikerjakan selama masa pemerintahan Khalifah al-Hakam II, terutama di lokasi sekitar mihrab dan maqsurah.Pintu-pintu (seluruhnya ada sembilan pintu) yang terbuat dari tembaga kuning, kecuali sebuah yang terbuat dari emas murni. Maqsurah di Cordoba, secara arsitektur tergolong sangat bagus. Bentuk ini, sebenarnya bertolak belakang dengan ideologi egaliter asli seni muslim, dan sepertinya berhubungan dengan aspek arsitektur terpenting pada model arsitektur kontemporer yang terdapat pada Gereja Mozarabic di Spanyol bagian utara, di mana ruangan yang dianggap paling suci ditempatkan tersembunyi.Di Cordoba, maqsurah ini menjadi batas paling luar dari area-area yang sama bentuk dari tiga naves yang letaknya bersinggungan dengan lengkungan multifoil, yang mempunyai banyak keistimewaan. Permainan bentuk dari arcade ini, yang bersilangan satu sama lain membentuk kesan claustrum, atau tirai tembus pandang yang menambah kesakralan masjid.Kemegahan dekorasi pada ruang shalat, sangat menonjolkan ruang mihrab. Lubang-lubang hiasan diletakkan pada ruangan kecil berbentuk segi delapan. Konfigurasi yang menakjubkan pada mihrab tersebut menjadi pusat perhatian. Dalam konteks ini, mihrab bukan semata sebagai merupakan simbol ritualitas semata: namun lebih sebagai akses menuju ruang sebelahnya. Namun demikian, mihrab Masjid Cordoba ‘menancap’ pada kegelapan dan terkubur bagai misteri yang susah dipahami sebagai simbol keabadian Allah. Pola tersebut kemudian, sering digunakan kembali pada bangunan-bangunan masjid di Andalusia dan Maghribi yang digunakan untuk melakukan oratori (pidato), seperti di Istana al-Ja’far di Saragosa, Masjid Agung di Tlemcen, Masjid Qarawiyn di Fez, Masjid Jami’ di Tinmal, Masjid Agung di Seville, dll. Ruangan itu tampak lebih redup dan sahdu karena ditempatkan di belakang lengkungan tapal kuda yang mewah, yang dilapisi dengan mosaik berwarna polichrome dan warna dasar emas. Motif dekorasi pada lengkungan-lengkungan batu besar di sekitar mihrab tampaknya sangat konsisten menampilkan bentuk-bentuk abstrak dari tanaman dan buah-buahan dalam berbagai kombinasi warna yang berbeda-beda: emas, biru, dengan warna dasar merah.Di sekitarnya, terdapat architrave segi empat berbentuk relief yang disebut alfiz, dengan karakteristik khas bahasa arsitektur Islam. Kerangka ini terkadang dihiasi dengan mosaik bermotifkan tulisan dan pahatan ayat al-Qur’an. Tulisan dua baris tersebut ditulis dalam skrip Kufic berwarna emas di atas dasar berwarna biru. Tulisan Arab yang dinamakan Kufic, berasal dari tradisi orang Kuffah biasanya digunakan untuk menyalin ayat-ayat suci.Gaya tulisannya mudah dikenali dengan gaya tulisan melingkar atau kadangkala persegi empat, dan kadangkala menjulang ke atas memberikan kesan yang khidmat dan monumental. Begitu juga, di sekitar mihrab dan di atas alfiz terdapat tujuh panel ornamental kecil berbentuk lengkungan berhiaskan dekorasi berbentuk daun tiga serangkai (arches) yang ditopang oleh kolom-kolom kecil.Kerangka lengkungan yang indah bermotifkan bunga dan berlatar belakang warna emas ini menggambarkan pohon anggur dan daun-daun yang sedang mekar.Atap masjid yang berada di atas maqsurah tak dapat diragukan lagi merupakan elemen dekoratif dan arsitektur yang paling menarik dari masjid ini. Delapan arch langsing, yang menonjol dan berkaitan dengan rangka-rangka lain yang tengahnya membentuk pola segi delapan berdiameter 6 meter ini menunjang rangka cupola. Bentuk dan pola lengkungan-lengkungan itu mengikuti prinsip dua bujur sangkar yang melintang satu sama lainnya, sejauh 45 derajat (pola yang sama terdapat pada Kubah al-Sakhra) di Yerussalem.
''Mihrab mesjid cordoba'' ''kolom tiang-tiang mesjid cordoba''
Dekorasi Masjid Cordoba dikerjakan selama masa pemerintahan Khalifah al-Hakam II, terutama di lokasi sekitar mihrab dan maqsurah.Pintu-pintu (seluruhnya ada sembilan pintu) yang terbuat dari tembaga kuning, kecuali sebuah yang terbuat dari emas murni. Maqsurah di Cordoba, secara arsitektur tergolong sangat bagus. Bentuk ini, sebenarnya bertolak belakang dengan ideologi egaliter asli seni muslim, dan sepertinya berhubungan dengan aspek arsitektur terpenting pada model arsitektur kontemporer yang terdapat pada Gereja Mozarabic di Spanyol bagian utara, di mana ruangan yang dianggap paling suci ditempatkan tersembunyi.Di Cordoba, maqsurah ini menjadi batas paling luar dari area-area yang sama bentuk dari tiga naves yang letaknya bersinggungan dengan lengkungan multifoil, yang mempunyai banyak keistimewaan. Permainan bentuk dari arcade ini, yang bersilangan satu sama lain membentuk kesan claustrum, atau tirai tembus pandang yang menambah kesakralan masjid.Kemegahan dekorasi pada ruang shalat, sangat menonjolkan ruang mihrab. Lubang-lubang hiasan diletakkan pada ruangan kecil berbentuk segi delapan. Konfigurasi yang menakjubkan pada mihrab tersebut menjadi pusat perhatian. Dalam konteks ini, mihrab bukan semata sebagai merupakan simbol ritualitas semata: namun lebih sebagai akses menuju ruang sebelahnya. Namun demikian, mihrab Masjid Cordoba ‘menancap’ pada kegelapan dan terkubur bagai misteri yang susah dipahami sebagai simbol keabadian Allah. Pola tersebut kemudian, sering digunakan kembali pada bangunan-bangunan masjid di Andalusia dan Maghribi yang digunakan untuk melakukan oratori (pidato), seperti di Istana al-Ja’far di Saragosa, Masjid Agung di Tlemcen, Masjid Qarawiyn di Fez, Masjid Jami’ di Tinmal, Masjid Agung di Seville, dll. Ruangan itu tampak lebih redup dan sahdu karena ditempatkan di belakang lengkungan tapal kuda yang mewah, yang dilapisi dengan mosaik berwarna polichrome dan warna dasar emas. Motif dekorasi pada lengkungan-lengkungan batu besar di sekitar mihrab tampaknya sangat konsisten menampilkan bentuk-bentuk abstrak dari tanaman dan buah-buahan dalam berbagai kombinasi warna yang berbeda-beda: emas, biru, dengan warna dasar merah.Di sekitarnya, terdapat architrave segi empat berbentuk relief yang disebut alfiz, dengan karakteristik khas bahasa arsitektur Islam. Kerangka ini terkadang dihiasi dengan mosaik bermotifkan tulisan dan pahatan ayat al-Qur’an. Tulisan dua baris tersebut ditulis dalam skrip Kufic berwarna emas di atas dasar berwarna biru. Tulisan Arab yang dinamakan Kufic, berasal dari tradisi orang Kuffah biasanya digunakan untuk menyalin ayat-ayat suci.Gaya tulisannya mudah dikenali dengan gaya tulisan melingkar atau kadangkala persegi empat, dan kadangkala menjulang ke atas memberikan kesan yang khidmat dan monumental. Begitu juga, di sekitar mihrab dan di atas alfiz terdapat tujuh panel ornamental kecil berbentuk lengkungan berhiaskan dekorasi berbentuk daun tiga serangkai (arches) yang ditopang oleh kolom-kolom kecil.Kerangka lengkungan yang indah bermotifkan bunga dan berlatar belakang warna emas ini menggambarkan pohon anggur dan daun-daun yang sedang mekar.Atap masjid yang berada di atas maqsurah tak dapat diragukan lagi merupakan elemen dekoratif dan arsitektur yang paling menarik dari masjid ini. Delapan arch langsing, yang menonjol dan berkaitan dengan rangka-rangka lain yang tengahnya membentuk pola segi delapan berdiameter 6 meter ini menunjang rangka cupola. Bentuk dan pola lengkungan-lengkungan itu mengikuti prinsip dua bujur sangkar yang melintang satu sama lainnya, sejauh 45 derajat (pola yang sama terdapat pada Kubah al-Sakhra) di Yerussalem.
''Mihrab mesjid cordoba'' ''kolom tiang-tiang mesjid cordoba''
Sistem seperti ini merupakan pelopor dari rangka lengkungan pada
revolusi besar-besaran pola arsitektur Eropa pada periode
Gothic. Kompleksitas langit-langit seperti ini seluruhnya dihiasi dengan
motif-motif mosaik yang sangat indah dengan latar belakang warna emas, yang
merupakan hasil karya para seniman Byzantium, seperti dekorasi yang berada di
sekeliling mihrab. Seperti pada Kubah al-Sakhra dan Masjid Agung Damaskus,
para seniman mosaik juga didatangkan dari Istambul (dulu Konstantinopel): untuk
juga membuat hiasan dekoratif di Cordoba. Khalifah Al-Hakim II, menerimanya
dari Kaisar Byzantium, Nicephorus II Phocas (963-969). Maka, sejumlah kru
ahli mosaik pun berdatangan untuk membuat dekorasi-dekorasi berwarna emas di
seluruh kompleks masjid ini.Para seniman Kristen pun ikut dipekerjakan. Mereka
membuat rancangan lansekap seperti yang telah membuat indah pelataran Masjid
Damaskus.Adanya kerjasama kebudayaan itu mungkin karena Cordoba tidak seperti
penguasa Islam di Timur Dekat bahwa situasi politik dan kegiatan-kegiatan
militer tidak merusak kerja sama dan produktivitas kebudayaan (artistik) antara
kekhilafahan Umayyah dan kekaisaran Byzantium. Masjid yang terus
disempurnakan hampir selama dua abad ini masih dianggap sebagai salah satu
masjid yang terumit dan terindah di dunia. Masjid Cordoba adalah sebuah karya
besar. Sampai sekarang pun masih berdiri kokoh. Namun, pada saat Cordoba
jatuh ke tangan penguasa Spanyol Nasrani, masjid ini pada tahun 1236 sempat
diubah fungsikan menjadi sebuah gereja dengan nama La Mazquita.
Read more: http://belajardesaindanarsitektur.blogspot.com/2012/06/perkembangan-arsitektur-islam-di_25.html#ixzz2LjBxffJP
2 komentar:
Tidak jauh beda ganz, dengan arsitektur di Indonesia ....
perumahan baru pamulang
perumahan baru yogyakarta
perumahan bekasi murah
Perumahan Baru
makasih untuk infonya .
Perumahan summarecon bekasi
Perumahan baru
perumahan bersubsidi bekasi
rumah dijual BSD city
Posting Komentar